Pengamat: Frekuensi Bukan Aset yang Bisa Diakuisisi

-0- - 0

Pengamat: Frekuensi Bukan Aset yang Bisa Diakuisisi



Proses merger Axis dan XL Axiata terus bergulir. Pro dan kontra muncul selama proses aksi korporasi ini berlangsung. Sementara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah mengisyaratkan lampu hijau sejak beberapa bulan lalu.

Namun, sejumlah pengamat masih menganggap proses merger ini menyalahi Peraturan Pemerintah. Gunawan Wibisono, salah satunya. Menurut pengamat telekomunikasi dari Universitas Indonesia ini, pengalihan aset penting dengan izin menteri saja tidak cukup.

"PP No. 53 Tahun 2000 ini seperti banci saja, di satu sisi melarang tapi di satu sisi membolehkan. Regulator seharusnya mencegah terjadinya transaksi spectrum frekuensi radio dan izin penyelenggaraan, serta mencegah terjadinya transaksi sumber daya yang terbatas secara terselubung," ujarnya di sela Diskusi Terbuka 'Merger dan Akuisisi dalam Industri Telekomunikasi' di Jakarta, 4 September 2013.

Menurut Gunawan, harus ada batas transaksi sumber daya terbatas atau sumber daya tersebut harus dikembalikan ke pemerintah karena frekuensi bukanlah aset perusahaan, sehingga tak bisa ikut serta dalam proses merger atau akuisisi.

Dia mengatakan yang disebut dalam Pasal 25 adalah izin stasiun radio yang boleh dipindahtangankan atas seizin menteri, bukannya frekuensi.

"Banyak pemilik frekuensi tidak punya ISR (izin stasiun radio), seperti operator WiMax. Operator seluler yang berlisensi nasional pun banyak yang ISR-nya tak sampai separuh dari komitmen pembangunannya," jelasnya.

Menurutnya, PP No. 53 Tahun 2000 itu membingungkan. Jika merujuk pada pasal 25 ayat 1, izin frekuensi tak bisa dipindahtangankan, namun pada pasal 25 ayat 2 dikatakan pemindahtanganan frekuensi dibolehkan atas izin menteri, dalam hal ini Menkominfo.

Potensi monopoli

Sementara itu, Kabiro Merger Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Taufik Ahmad mengatakan, KPPU akan segera mempelajari apakah penguasaan frekuensi perusahaan hasil merger akan mempengaruhi pasar dan persaingan usaha.

"Bila iya, maka KPPU akan melakukan kajian, terutama data pesaing dari XL maupun Axis," tambahnya.

Adapun, Presiden Direktur XL Axiata Hasnul Suhaimi mengakui memang frekuensi tidak boleh dijualbelikan tapi harus dikembalikan ke pemerintah.

"Setelah itu, pemerintah yang akan menentukan apa yang akan dilakukan dengan frekuensi tersebut sesuai dengan kebutuhan pelayanan kepada pelanggan dan aturan yang berlaku," tutur Hasnul.

Kementerian Komunikasi dan Informatika sendiri masih memantau dan mengkaji rencana merger dan akuisisi PT XL Axiata terhadap dan PT Axis Telekom agar tetap pada koridor hukum yang berlaku, terutama pada persoalan sumber daya alam yang terbatas: frekuensi.

"Kami sangat mempertimbangkan prinsip dasar atas suatu perizinan yang bersifat konkrit, final dan individual, dalam kaitannya dengan perizinan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi", ujar M Budi Setiawan, Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kominfo.

Lebih lanjut, dia menyebutkan, Kominfo akan mengambil blok frekuensi lain milik XL Axiata dan bukan hanya satu blok di pita 2,1 GHz sebagai salah satu syarat merger dengan Axis.

"Mungkin di spektrum lainnya seperti 1.800 MHz juga akan kami ambil untuk mengurangi dominasi kepemilikan frekuensi, namun hal itu masih perlu kajian oleh pemerintah," lanjutnya.



Sumber : viva.co.id

Get Updates

Subscribe to our e-mail newsletter to receive updates.

Share This Post

Related posts

0 comments:

Sponsor

Sponsor

Sponsor

Sponsor

Sponsor


Situs Pilihan - Dunia-Asmaradana.com

SA Link Directory

Sponsor

Sponsor

100% Backlink Indonesia
© 2013-2015 FGroup Indonesia. Semua logo beserta data yang tercantum di dalam website ini mengacu kepada sumber terpercaya dan juga dengan jalinan kerjasama Tim (CV) Zephyr
© 2013 FGroup Indonesia. WP Theme-junkie converted by BloggerTheme9
.
back to top